Photo by Abdullah Ghatasheh from Pexels |
10 September 2019, bangun pagi ketika adzan subuh, lantas mandi, sholat dan bersiap-siap menuju Stasiun Bogor. Sebuah rutinitas yang harus aku lalui setiap harinya, dari Senin hingga Jumat. Kira-kira pukul 05.30 mesin motor dipanaskan dan melaju melewati jalanan Dramaga Bogor. Sebisa mungkin sebelum jam 06.00 harus keluar dari kosan. Telat sedikit, padatnya kendaraan akan menjadi penghambat untuk tiba di stasiun keberangkatan. Pukul 06.20 adalah kereta yang biasa aku tumpangi. Seperti biasa aku mencari kursi untuk tidur. Ini penting, satu setengah jam di kereta cukup membantu untuk mengganti waktu tidur yang kurang karena berangkat lebih awal dan pulang larut malam. Setelah melewati beberapa stasiun, akhirnya masinis kereta mengumumkan bahwa sebentar lagi akan tiba di Stasiun Tanah Abang, tempat biasa aku turun.
Aku turun dari kereta, dan saat itu aku secara kebetulan bertemu dengan rekan kerjaku. Biasanya kami hendak ke kantor menggunakan angkot yg berjejaran di sekitar Tanah Abang. Berhubung kami memiliki kegiatan di luar kantor, hari ini kami memutuskan untuk menyewa jasa mobil secara online. Saat itu, driver yg kami jumpai ialah seorang ibu. Setelah menunggu beberapa saat, mobil yg kami tumpangi tiba juga. Sempat hening sejenak, aku memulai berbincang dengan ibu tersebut.
"Udah lama bu, kerja sebagai driver Grab?"
"Enggak kok mas baru, lebih kurang dua bulan". balasnya
"Ini pekerjaan utama atau sampingan bu?" Lanjutku. Pertanyaan ini sering aku tanyakan karena memang banyak yang mencari penghasilan sampingan dengan menjadi pengemudi transportasi online .
"Gmana ya, sepertinya ini utama mas, selepas pisah dengan suami, saya merangkap jadi bapak dan ibu dari anak-anak untuk menghidupi dan biaya sekolah mereka, kalau nggak gini, mau makan apa mas?"
Obrolan kami terus berlanjut hingga kami tiba di lokasi tujuan. Turun dari mobil. Sejenak saya berpikir, bahwa hidup terus akan berjalan. Entah siapapun kamu, tanpa memandang gender, untuk menyambung hidup kamu harus lebih giat untuk menjemput rejeki. Yes, ibu ini mampu membangunkan saya dalam rutinitas yg saya jalani, bahwa kamu harus lebih giat lagi untuk bekerja untuk mencapai apa yg kamu inginkan. Bila masih merasa kurang ya harus lebih keras kerjanya. Jika seorang wanita seperti ibu tadi bisa, kenapa saya seorang pria dan masih muda masih enggan mengambil hal-hal besar untuk dikerjakan ? Terima kasih Bu, ucapku dalam hati.
Hari itu selesai, dengan agenda kegjatan yg dihadiri oleh beberapa instansi pemerintahan. Sekitar pukul setengah 6 sore saya beranjak menuju Stasiun Tanah Abang untuk kembali beristirahat pulang untuk meneruskan pekerjaan hari esok.
11 September 2019, selepas turun dari kereta saya langsung menaiki angkot dengan kode 08, dengan arah tujuan Jakarta Kota. Kantorku kebetulan memang dilewati angkot ini. Setiap harinya saya menaiki tiga kendaraan yg berbeda, dimulai dari motor yg terparkir di Stasiun Bogor, lalu kemudian kereta, hingga angkot untuk akses ke kantor. Di tengah jalan, angkot yg saya naiki mengangkut seorang perempuan paruh baya.
"Mbak saya boleh duduk ditengah? Saya takut kalau dipinggir" Sahutnya
Tak lama kemudian wanita yg persis depan saya turun dan mempersilahkan wanita paruh baya tersebut untuk naik dan bertukar posisi dengannya.
"Makasih ya nak" Lanjut ucapnya.
Haru bercampur bahagia, adalah kalimat yang pas saat melihat kejadian tersebut. Bagi siapa yang melihat kejadian itu rasanya amat senang sekali, suasananya begitu hangat.
Seorang wanita muda rela mengalah demi memperlakukan wanita yang jauh usia darinya.
Hal ini mengingatkan saya tentang ibu saya. Jangan sampai kita yang sibuk dengan dunia sendiri turut lupa bahwa orang tua kita juga kian menua. Apa kabar ibu saya hari ini, semoga selalu sehat. Anakmu sudah beranjak dewasa, semoga kita cepat dipertemukan ya bu, dan semoga ada waktu untuk mengunjungimu dalam waktu dekat.
Seketika suasana khas kekeluargaan dalam angkot itu kian menjadi. Obrolan sebagaimana umumnya yg baru kenal, menanyakan tujuan dan arah kemana mereka akan pergi.
"Ibu mau kemana?" Tanyanya perempuan muda itu.
Iya mbak, mau ambil obat. Di rumah suami saya lagi sakit jadi gak bisa menemani saya.
Tadi dari tanah abang naik kereta ya mbak? balasnya.
“Iya bu, saya naik kereta dari depok”
“Itu harganya berapa ya mbak kalau naik kereta?, ada yang bilang sekitar 20 ribu ”
“Ibu memang gak pernah naik kereta ya?”
“Belum pernah mbak, saya takut” Jawabnya
Jujur saya kaget seketika. Seperti adanya turbulensi yang tiba-tiba dari pesawat. Sebuah ungkapan yang membuat saya heran. Dari sini saya berpikir terdapat kesenjangan yang besar di kota ini, ternyata tidak semua warga ibukota mampu menikmati fasilitas transportasi yang katanya paling lengkap di Indonesia. Ironis memang. Namun begitulah kenyataan yang ada.
Tidak sempat mendengar lebih jauh percakapan kedua orang tadi, angkot yang saya tumpangi tiba persis di depan kantor, tempat kerjaku.
Sekali lagi aku ingin mengucapkan terima kasih karena sudah dipertemukan dengan orang-orang tadi. Cukup dulu ya tulisan ini.
Comments
Post a Comment