Entah apa yang sedang dibahas oleh bapak-bapak disudut pintu keluar kedatangan di salah satu sudut bandara. Obrolannya terlihat lepas, penuh tawa, dan sesekali saling melempar candaan. Seringkali dari percakapan itu saya mendengar kata "Cuk", Singkat sih tapi cukup memberi kesan diingatan tentang arti keakraban diantara mereka. Bagi orang-orang kata ini sangat kasar, namun bagi mereka yang sudah lama berkawan dan dekat kata-kata ini penuh keakraban
Beberapa gelas kopi menemani obrolan mereka, sesekali sambil menawarkan jasa taksi yang mereka sewakan. Selamat Datang di Surabaya, begitu sebuah tulisan besar terpampang jelas.
Minggu ini saya habiskan hari-hari saya di Surabaya, ini semua persoalan pekerjaan yang serba mendadak. Senin dihubungi untuk Selasa berangkat. Sebenarnya dari awal sudah mendengar kabar akan ada kegiatan nasional yang digelar di Kota Pahlawan ini. Tapi menjelang hari keberangkatan tidak ada tanda tanda saya akan berangkat, sampai akhirnya H-1 keberangkatan saya diminta untuk pergi. Setidaknya ada ribuan orang lebih tamu undangan yang melibatkan para pejabat daerah seantero nusantara wilayah Timur. Dari Sulawesi, Nusa Tenggara, hingga Papua mengambil tempat di sana. Pertemuan ini adalah seri pertama dari total dua seri yang selanjutnya akan diselenggaran di Kota Kembang, Bandung yang dihadiri peserta rapat regional Barat. Dalam acara ini pembicaranya tidak kalah mentereng, dari Bapak Menteri Dalam Negeri, Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi, serta salah seorang Direktur yang mewakili Menteri Badan Pembangunan Nasional yang berhalangan hadir.
----------------
Tiba di Bandara, kami segera memesan taksi menuju tempat makan. Karena pemberangkatan pagi memaksa saya untuk tidak sarapan. Mau tidak mau, makanpun "dijamak". Tempat sarapan yang saya kunjungi berdasarkan saran dari sopir taksi Bandara.
"Kalau makanan terdekat dari Juanda, biasanya saya mengantarkan penumpang saya ke Soto Buntut Cak Chairul, banyak yang bilang enak kok mas, yang makan juga banyak". Ujar Bapaknya.
Tidak lama, kami sampai ditempat tujuan. Tak lupa saya juga mengajak Bapaknya untuk makan bersama. Saya setuju, dengan apa yang disarankan, rasanya benar-benar nikmat. Sambil makan saya seraya mengatakan, pak ini juara makanannya.
Di sini terdapat beberapa pilihan yang ditawarkan mulai dari buntut, iga, kikil dan daging. Saya pilih kikil, menu favorit saya, dimanapun tempat makannya pilihan saya selalu jatuh sama kikil. Sambil makan soto biasanya akan disajikan nasi ataupun lontong yang dibungkus daun pisang. Saat yang bersamaan hujan turun dengan deras, melengkapi kenikmatan menyantap hidangan Soto Buntut Cak Chairul.
Soto Buntut Cak Chairul |
----------------
Masih dihari yang sama, selepas menitipkan barang dan Sholat Dzuhur di penginapan, saya bergegas menuju hotel kegiatan berlangsung. Pukul 2 siang saat itu, yang berarti saya telat satu jam dari jadwal acara dimulai. Oke, mari duduk dan kita ikuti kegiatannya.
Hari pertama selesai, untuk itu saya berencana untuk menyantap kuliner Surabaya lainnya. Tidak sendiri, kali ini saya ditemani oleh 2 orang rekan kerja saya.
Sudah lebih dari 30 menit kami tidak juga mendapatkan taxi online. Hujan deras dan angin kencang membuat kendaraan di jalanan macet. Kabarnya terdapat banjir dibeberapa titik, jadi wajar saja kalau susah mendapatkan kendaraan dikala kondisi seperti ini.
Beruntung, ada taksi konvensional yang mengantar penumpang ke hotel kegiatan. Secepat mungkin saya bertanya ke sopirnya, "pak bisa antar kami cari makan disekitar sini?"Ayok mas, tapi kita lewat belakang, kalau lewat depan terjebak macet kita. Sambungnya.
Mobil mulai melesat jauh dan menembus hujan deras. Berhubung jalanan sedang macet-macetnya kami tidak terlalu memusingkan akan memakan apa, pikir kami bagaimana mendapat warung makan untuk segera mengisi kekosongan perut. Salah satu dari kami menunjuk warung di sekitar perempatan lampu merah untuk makan.
Terima kasih pak, sahut temenku seraya menutup pintu mobil.
Saya membaca menu makanan, tidak ada yang aneh, hanya saja mungkin terdapat menu yang kurang familiar. Saya memilih namun lupa makanannya apa, yang pasti itu sejenis mie yang ditaburi potongan ayam, namun bertekstur lebih kaku dengan tambahan kuah cuka disekelilingnya.
Sambil makan, saya mencoba mencari info warung itu. Nafsu makanku yang menggebu-gebu karena lapar seketika hilang. Makanan yang aku bilang enak berubah menjadi kurang berselera saat melihat hasil pencarian di google. Aku membaca sekali lagi dan memang benar ternyata warung yang saya makan diperuntukkan untuk Non Muslim. Rasanya sungguh zonk hari itu. Tidak berapa lama kami langsung menuju hotel dengan penuh kekecewaan. Di tengah ke kecewaan Kami pikir masih ada hari esok untuk melanjutkan mencari kuliner di Surabaya. Oke Baiklah.
Hari kedua, seperti biasa pagi hingga sorenya saya mengikuti kegiatan sebagaimana sudah diagendakan panitia. Selesai kegiatan, saya mengajak kembali kedua teman yang kemarin sama sama kecewa dengan kesalahan dalam memilih warung makan. Saya meilihat bahwa sore ini cerah, sepertinya ini tanda bahwa kami akan beruntung, tidak apes seperti hari sebelumnya. Kami berusaha merencanakan dengan matang diedisi kedua ini dari bertanya ke orang-orang hingga mencari informasi di mbah google. Setelah menimbang dan memperhatikan masukan yang kami terima, kali ini kami sepakat untuk ke Sate Kelapa Ondomohen Bu Asih dan Rawon Kalkulator yang sudah berkali-kali disarankan.
Pertama soal Sate Kelapa Ondomohen Bu Asih, lokasinya berada di jalan Ondomohen. Sepertinya bangunannya terlihat sudah lama, dibangun jauh dimasa penjajahan, terlihat dari bangunan yang sudah lusuh, namun tetap kokoh, seperti bangunan peninggalan Belanda lainnya. Soal rasa sate ini tidak jauh berbeda dengan sate pada umumnya, sedikit perbedaan sate ini menggunakan taburan kelapa di atasnya. Menurut saya, bisa dibilang ini biasa, mungkin perlu adaptasi dengan beberapa kali mencicipi sate ini agar bisa menyamakan persepsi tentang definisi "enak" dengan orang yang menyarankan ke tempat ini. Kalau boleh dibandingkan dengan sate-sate lainnya, sejujurnya saya lebih memilih sate maranggi di Puncak Bogor.
Berikutnya Rawon Kalkulator. Ini adalah kunjungan kedua saya ke tempat ini setelah sebelumnya tepat setahun lalu. Lokasinya di Taman Bungkul, salah satu taman yang ramai dikunjungi, di sini banyak tempat makan dengan berbagai pilihan. Kembali ke Rawon Kalkulator, masalah rasa satu kata yang menggambarkan ini ialah Enak, alasannya simple karena cocok dengan lidah saya. Sebenarnya ini cukup subyektif karena memang belum ada pembanding dengan Rawon lainnya di Surabaya. Satu keunikan tempat di sini ialah cepatnya pemilik warung dalam menghitung harga yang sudah dipesan, benar-benar kayak kalkulator deh.
Dihari berikutnya, kegiatan berlanjut seperti biasa. Selepas kegiatan saya bermaksud untuk melanjutkan wisata kuliner dihari terakhir saya di Surabaya sekaligus mencari oleh-oleh khas. Personilnya masih sama. Kali ini kami menjatuhkan pilihan ke Sebuah warung pecal, untuk yang ini saya lupa namanya dan tidak begitu berkesan, ya wajar memang karena rasanya biasa saja.
Berkunjung ke Surabaya tak lengkap rasanya jika tidak membawa Roti Lapis Spikoe, Sambal Bu Rudi, dan Almond Crispy. Begitulah kira-kira saran orang-orang yang saya temui di Surabaya. Dari ketiganya tadi saya hanya tidak menemukan Roti Lapis Spikoe, karena stoknya habis, dan menjadi incaran banyak orang, alhasil saya membeli sejenisnya, rasanya tidak kalah dengan Roti Lapis yang saya ingin cari.
Mungkin sekian dulu tulisan wisata makan-makannya. Sebenarnya masih banyak hal lain lagi yang bisa dikunjungi, namun karena keterbatasan waktu berkunjung di Surabaya, membuat tulisan ini hanya sebatas kulineran yang cukup mengesankan dan diingat. Terima kasih
Comments
Post a Comment